Feeds:
Posts
Comments

Archive for April, 2011

Kita hidup di dunia yang serba cepat, dimana semuanya serba instan dimulai dari makanan, pekerjaan hingga ritme hidup kita pun dipaksa menjadi lebih cepat.

Kita hidup di dunia yang tampaknya menuntut untuk berbuat lebih banyak, mengkonsumsi lebih banyak dan mendapat lebih banyak. Kita hidup di dunia dimana “banyak” itu lebih baik.

Alhasil, kita menjadi manusia yang hidupnya untuk bekerja. Kita bekerja lebih keras untuk mendapat penghasilan lebih banyak, mendapat pengakuan lebih besar dan akhirnya kedua hal itu kita gunakan untuk mengkonsumsi lebih banyak, lebih banyak dan lebih banyak lagi.

Kita bangun di pagi hari, bekerja hingga sore atau malam hari lalu tidur untuk memenuhi kebutuhan kita. Lalu menghabiskan akhir pekan dengan bersenang-senang, lalu mengeluh ketika awal pekan tiba.

Kita juga hidup dimana para orang tua menekan anak-anak mereka untuk belajar lebih keras, karena mereka takut anak mereka tidak mampu bersaing di masa depan. Setidaknya ini yang saya lihat dari pengalaman saya sendiri.

Namun, tanpa sadar itulah yang membuat kita (dan anak-anak) stress menghadapi hari-hari. Saya biasa mengamati status Facebook teman-teman, baik mereka yang usianya sebaya, lebih tua atau lebih muda. Mereka mengeluh akan pekerjaan yang banyak, lembur berjam-jam, PR yang banyak dan ulangan yang menanti.

Saya berkeyakinan bahwa

 Jika kita mengeluh pada hal yang kita lakukan maka kita tidak menyukai apa yang kita lakukan.

Familiar dengan keadaan seperti di atas?

Intinya, kita tanpa sadar terjebak pada rutinitas yang sebetulnya tidak kita sukai. Kita terjebak pada pekerjaan yang bukan pekerjaan impian kita. Kita tanpa sadar mendidik anak jauh dari talenta mereka.

 Tanpa sadar, kita berusaha keras menaiki tangga tanpa sadar bahwa kita menaiki tangga yang salah.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Di blog ini saya ingin berbagi mengenai hal yang baru saja saya lakukan pagi ini, saya namakan The art of zooming out. 

Mungkin kita semua tahu mengenai fungsi fitur zoom di alat elektronik seperti kamera. Di kamera, fitur ini berfungsi untuk mendekatkan objek (zoom in) dan menjauhkan objek (zoom out) relatif terhadap kamera yang kita gunakan.

Ketika kita menggunakan fitur zoom out, kita bisa melihat objek yang kita teliti menjadi berukuran lebih kecil sehingga lingkungan di sekeliling objek tersebut menjadi terlihat. Kita bisa mengetahui dimana objek itu sebenarnya berada.

Nah, saya rasa hidup juga seperti itu. Kita harus men-zoom out pikiran kita sehingga kita lebih bisa melihat gambaran besarnya. Orang biasa menyebut pola pikir ini dengan “melihat gambar besar” atau “berpikir di luar kotak”.

Dengan cara berpikir seperti ini, kita bisa melihat dari sudut pandang yang lain tentang apa yang sedang kita kerjakan. Ada beberapa hal yang saya bisa bagikan mengenai manfaat dari cara berpikir seperti ini :

  • kita bisa menilai perlu/tidaknya suatu pekerjaan yang kita lakukan
  • kita bisa menilai perlu/tidaknya suatu materi yang sedang kita pelajari
  • kita bisa menilai perlu/tidaknya suatu barang yang ingin kita beli
  • kita bisa menilai perlu/tidaknya suatu tindakan yang ingin kita lakukan
  • kita bisa menilai perlu/tidaknya suatu reaksi yang ingin kita tunjukan ketika sesuatu hal buruk menimpa kita

Lalu bagaimana caranya? Berikut dua hal yang saya lakukan :

Take alone time and move away from distraction

Kita harus menyediakan waktu untuk sendiri (solitude), waktu yang tidak terganggu oleh apapun baik secara nyata maupun maya. Maya? Ya, tanpa sadar kita juga berada di dunia yang penuh dengan intrupsi terlebih dari dunia maya. Kita terintrupsi dari telepon seluler, terintrupsi dari IM chatting, notifikasi Facebook, twitter dan situs-situs semacamnya.

Mengapa ini perlu? Karena kita memerlukan ketenangan, fokus dan konsentrasi saat berpikir. Kita perlu ketenangan saat merefleksi kejadian-kejadian yang kita alami dan perlu ketenangan dalam pengambilan keputusan.

Pagi ini tidak seperti biasanya saya online sejak pagi, untuk berpikir lebih tenang dan jernih saya mematikan koneksi internet dan hasilnya, saya bisa berpikir lebih tenang dan hasil pemikiran itu menginspirasi diri saya sendiri.

Ask yourself these three questions

Pagi ini saya bertanya 3 pertanyaan pada diri sendiri, yaitu :

WHERE I AM NOW ?

Kita harus tahu kita ini sedang berada dalam tahap mana, kita harus tahu apa saja tanggung jawab kita. Mungkin sebagai seorang pekerja, seorang ayah/seorang ibu. Kita juga harus jujur, apakah kita menyukai hal yang kita lakukan sekarang? Apakah kita merasa sukacita dan damai sejahtera ketika kita bekerja di tempat kerja kita yang sekarang.

WHERE I WANT TO GO ?

Kita harus tahu hidup kita ini hendak dibawa kemana. Apa sebenarnya cita-cita saya, apa sebenarnya hasrat saya yang paling dalam, apa sebenarnya hal buruk yang ingin saya ubah sehingga dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.

WHAT NECESSARY STEPS SHOULD I TAKE ?

Jika pertanyaaan nomor 1 dan 2 di atas sejalan, maka kita harus mengentahui langkah-langkah apa saja yang harus kita ambil sehingga hidup kita menjadi lebih baik. Namun jika tidak sejalan (kebanyakan orang berada di fase ini), maka kita harus berpikir untuk mengubah haluan dan mengubah sikap sehingga kita bisa sejalan dengan apa hasrat terdalam kita sebagai manusia.

Langkah yang terakhir adalah melakukan setiap langkah-langkah yang kita buat. Post ini adalah mengenai prinsip berpikir dengan mengambil prinsip dari fitur “zoom out”, di post yang lain saya akan berbagi mengenai cara kita melakukan apa yang telah kita rencanakan dari proses berpikir ini.

– be blessed –

Read Full Post »

Kemarin malam, akun facebook perkumpulan pertukaran mahasiswa Jepang – International mem-posting beberapa foto pohon sakura yang sudah mulai bermekaran di daerah sekitar kota Kanazawa.

Ketika melihat foto-foto itu, saya teringat masa-masa pertama kali saya tinggal di Jepang. Ketika itu awal musim semi sama seperti sekarang. Berikut beberapa fotonya:

Kazue-machi Teahouse district riverside of Asano river in early evening.

Kanazawa Castle Ishikawa-mon Gate & Hishiyagura

Musim semi di Jepang merupakan awal tahun ajaran baru bagi siswa sekolah dan mahasiswa di universitas. Selain itu, musim semi juga merupakan waktu awal bagi mereka yang baru diterima bekerja di suatu perusahaan. Jadi bisa dikatakan, musim semi itu seperti “tahun baru” yang lain bagi orang Jepang.

Musim semi menandakan suatu awal yang baru. Suatu langkah awal yang pertama bagi orang Jepang. Blog favorit saya menulis filosofi penting mengenai ini, dia berkata bahwa

for many people the sakura are also a symbol of starting a new chapter in life or of starting over with a renewed sense of hope and optimism.

atau dalam bahawa Indonesia:

bagi banyak orang (Jepang), sakura merupakan simbol dari babak baru kehidupan atau memulai kembali kehidupan dengan harapan dan optimisme yang baru.

Mungkin ini mirip seperti “resolusi tahun baru” atau semacamnya yang sering kita dengar.

Musim semi tahun ini tampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena Jepang yang bulan lalu dilanda musibah yang sangat hebat. Musim semi tahun ini menjadi penyemangat tersendiri bagi orang Jepang untuk memulai kehidupan yang baru dengan optimisme yang juga diperbaharui.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari budaya ini?

Saya kira kita patut meniru budaya ini. Seringkali kita berjanji pada diri sendiri untuk memperbaharui hidup misalnya ketika tahun baru atau hari besar keagamaan. Namun, tidak beberapa lama, ternyata kehidupan kita kembali seperti biasa. Saya kira ini terjadi karena kita tidak serius dan kurang berkomitmen terhadap janji perubahan pada diri sendiri.

Optimisme bangsa Jepang ketika musim semi patut diacungi jempol. Mereka hidup di masa sekarang, berjuang di masa sekarang dan melihat masa lalu hanya sebagai pelajaran. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memulai banyak hal yang sebetulnya sudah sulit untuk diperjuangkan.

Jangan patah semangat ketika banyak hal buruk yang menimpa kita. Tetap bangkit berapa kalipun kita jatuh. Berani memulai kembali dari awal dan berjuang hingga tujuan kita tercapai.

– Be blessed –

Read Full Post »